Pilkada DKI : PKS mengusung Hidayat Nurwahid Didik J Rachbini



 Hidayat-Didik Kuasai Panggung Udara

INILAH.COM, Jakarta-Hampir satu bulan para kandidat gubernur/wakil gubernur DKI Jakarta muncul di publik Jakarta. Dalam rentang waktu tak genap satu bulan, pasangan Hidayat Nur Wahid-Didik J Rachbini menguasai panggung media.


Pasangan Hidayat Nur Wahid- Didik J Rachbini (Hidayat-Didik) pelan tapi pasti menguasai panggung udara. Intensitas tampil di media serta pilihan isu yang dimunculkan pasangan ini inovatif, kreatif, dan populis.

Lebih dari itu, pasangan ini nyaris tak memunculkan kontroversi di tengah publik, termasuk konfrontasi dengan kandidat lainnya. Meski, untuk hal terakhir, Didik J Rachbini pernah 'menyerang' kandidat Joko Widodo ihwal data kemiskinan di Solo yang jauh lebih tinggi dibanding Jakarta.

Simak saja isu-isu populis di luar isu banjir dan kemacetan yang menjadi jargon semua kandidat, Hidayat-Didik tampil dengan isu populis dan mengena lapisan bawah. Seperti program penggratisan bagi ibu yang melahirkan hingga anak kedua. "Pelayanan persalinan gratis ini akan diberikan sampai anak kedua," kata Hidayat di Jakarta, Minggu (22/4/2012).

Tidak sekadar itu, Hidayat juga mengemukakan pihaknya jika terpilih akan memberikan kartu khusus bagi warga yang berusia 60 tahun ke atas. Dengan kartu ini, Hidayat menyebutkan warga yang berusia 60 tahun akan diprioritaskan dalam layanan publik seperti saat di bank, rumah sakit, apotek.

Pergerakan Hidayat-Didik hampir menyentuh semua lapisan masyarakat di Jakarta. Mulai dari masyarakat kelas bawah, hingga kelompok-kelompok strategis. Saat pertama kali turun ke lapangan, pasangan ini mengunjungi bantaran kali Ciliwung. Selain pula, kelompok strategis di Jakarta tak luput dikunjungi seperti masyarakat Betawi, hingga organisasi kemasyarakatan.

Tidak sekadar itu, pada akhir pekan lalu, Hidayat-Didik juga menggelar nonoton wayang bersama dalang Ki Manteb Sudarsono. Dukungan dari kalangan budayawan jelas memiliki arti penting dalam mengurus Jakarta lima tahun ke depan.


Hidayat-Didik Teropuler versi Unas-Madani Institute


JAKARTA, KOMPAS.com - Survei terakhir tentang Pilkada DKI Jakarta baru saja dirilis Laboratorium Politik FISIP Universitas Nasional bersama Madani Institute. Hasilnya cukup berbeda dengan dua survei sebelumnya.
"Pasangan Hidayat Nur Wahid-Didik J Rachbini unggul sebagai pasangan paling populer dengan presentase 32,2 persen," kata Firdaus Syam, Ketua Tim Peneliti dalam paparan hasil survei persepsi publik di Blok III Universitas Nasional, Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (2/5/2012).
Pasangan Hidayat-Didik unggul tipis atas pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli yang menempati posisi kedua dengan 30,90 persen. Sementara itu, tempat ketiga diduduki pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama dengan perolehan 28,20 persen.
Dari sisi popularitas, hasil survei Unas dan Madani Institute ini menunjukkan tiga pasangan bakal calon gubernur lainnya masih tertinggal jauh. Pasangan Alex Noerdin-Nono Sampono hanya meraih 4,40 persen suara, Faisal Basri-Biem Benjamin 3,70 persen, dan pasangan Hendardji Soepandji-Ahmad Riza Patria dengan persentase terendah, yakni 0,60 persen.
Firdaus menjelaskan, survei dilakukan atas 1.006 responden di keenam wilayah Provinsi DKI  dengan rentang usia 21 - 56 tahun. Tingkat pendidikan responden variatif dari lulusan Sekolah Dasar hingga S3.
"Berdasarkan wilayah, ada penyebaran popularitas yang berbeda antara pasangan kandidat gubernur yang ada. Contohnya saja di Kepulauan Seribu, pasangan paling populer adalah Jokowi-Ahok," ujar Firdaus.
Dari sisi wilayah, Hidayat sebenarnya hanya unggul di wilayah Jakarta Barat. Selebihnya, Foke-Nara unggul di empat wilayah, yakni Jakarta Utara, Jaktim, Jaksel, dan Jakpus. Untuk wilayah Kepulauan Seribu, pasangan Jokowi-Ahok unggul tipis atas Foke-Nara.
Tapi, posisi Hidayat-Didik secara rata-rata masih signifikan di semua wilayah. Hal inilah yang membuat secara keseluruhan Hidayat-Didik unggul.
Dari segi usia, Hidayat-Didik lebih populer di kalangan responden berusia antara 21-40 tahun. Foke-Nara lebih dikenal oleh responden dari kalangan tua berusia 50-an tahun. Sementara itu, sumbangan terbesar bagi pasangan Jokowi-Ahok datang dari pemilih usia pemula, 20 tahun ke bawah.



Pasangan Foke-Nara, Riuh tapi Rendah'  




TEMPO.CO, Jakarta - Pasangan calon Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli, akhir bulan April lalu "menguasai" perbincangan di sosial media. Meski menguasai perbincangan di jejaring sosial, percakapan itu tidak mempengaruhi simpati masyarakat terhadap pasangan yang didukung Partai Demokrat itu. 

"Percakapan tentang Foke-Nara (demikian Fauzi-Nahrowi biasa dipanggil) itu riuh tapi rendah. Riuh karena banyak dipercakapkan, tapi rendah nilainya. Karena percakapannya kebanyakan mengandung unsur negatif," kata Daru Priyambodo, Pemimpin Redaksi Tempo.co, dalam peluncuran Indeks Politik Pilkada DKI (http://tempo.co/read/pilkada/ atau http://bit.ly/tempopilkada) di Warung Daun Cikini, Jakarta, Selasa, 1 Mei 2012.

Hasil riset Tempo.co bekerja sama dengan Politicawave.com dengan menangkap jutaan percakapan di Internet menunjukkan hal itu. Berdasarkan Indeks Politik Pilkada DKI Jakarta itu terlihat bahwa Net Brand Reputation (reputasi) pasangan Foke-Nara itu nilainya paling rendah, -51.57. Bandingkan dengan Net Brand Reputation Jokowi-Ahok yang nilainya 13,07 dan Hidayat-Didik yang skor reputasinya 22,9.

Menurut Daru, Indeks Politik Pilkada DKI menunjukkan, pada awal April, jumlah buzz--percakapan yang terjadi atas suatu brand di sosial media--pasangan Foke-Nara sempat tertinggal. Dalam satu hari hanya dipercakapkan 300-1.500 pesan per hari. Angka itu jauh di bawah pasangan Hidayat Nur Wahid-Didik J. Rachbini, Hendardji Soepandji-Ahmad Riza Patria, apalagi Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama. Nilai buzz Foke-Nara hanya menang dari pasangan Faisal Basri-Biem Benjamin.

Namun, pada akhir April, keadaan justru berbalik 180 derajat. Foke-Nara justru memimpin jumlah percakapan pada akhir bulan lalu. Bahkan mengalahkan Jokowi-Ahok yang sebelumnya dianggap menuai simpati paling banyak di kalangan kelas menengah, yang notabene pengguna Twitter dan Facebook. Jumlah percakapan tentang Foke bahkan sampai mencapai 9.097 pesan per hari.

"Tapi percakapan saja tidak mempengaruhi simpati untuk pasangan itu. Banyaknya percakapan tidak menggambarkan sentimen positif tentang mereka," kata Daru. 

Berdasarkan hasil riset Tempo.cobekerja sama dengan Politicawave.com, Foke-Nara hanya mendapatkan simpati  47,5 persen; Jokowi-Ahok 85,06 persen; dan pasangan yang paling tinggi mendapatkan simpati publik adalah Hidayat-Didik 97,83 persen.
RINA WIDIASTUTI




"Saya siap menang siap kalah, siap dua-duanya.
 Tapi yang jelas, 
PKS tidak mengajukan saya untuk kalah,"
-----------------------------
Hidayat Nur Wahid Cagub PKS
foto: vivanews.com
Pilkada DKI tahun ini terasa lebih seru dan ramai. Setidaknya ada 4 pasangan yang diusung oleh parpol dan 2 pasangan calon independen. Mereka adalah Hidayat Nurwahid-Didik J Rachbini, Alex Noerdin-Nono Sampono, Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama, Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli dan pasangan dari jalur independen Hendarji-Riza, Faisal-Biem.

Lima tahun lalu PKS (yang mencalonkan Adang-Dani) "dikeroyok" oleh seluruh partai lain yang "diborong" oleh pasangan Fauzi-Prianto. PKS hanya kalah tipis. Untuk tahun ini tentu lebih seru karena pasangan Fauzi Bowo-Nahrowi tidak dapat lagi "memborong" partai politik agar hanya ada 2 pasangan Cagub dan Cawagub. Rupanya tahun ini sudah tidak dapat lagi melakukan itu.   

Jika asumsi kondisi politik sama, tentu kondisi ini sangat menguntungkan PKS. Militansi kader menjadi motor penggerak yang sangat ampuh untuk memenangkan pertarungan ini.Apalagi figur yang diusung adalah figur yang dikenal luas, santun dan tidak punya "dosa politik" masa lalu. Para simpatisan dan pendukung Hidayat-Didik tentu tidak punya "beban" dalam memenangkan pasangan ini menjadi DKI1 dan DKI2. Saya tidak bayangkan jika PKS seperti rencana semula mengususng Fauzi  Bowo, tentu kader dan simpatisan akan kesulitan menjelaskan kenapa yang dipilih adalah Fauzi Bowo. Banyak pengamat politik yang menyarankan agar PKS mencalonkan kader sendiri, karena jika mengusung orang lain apalagi incumbent PKS akan dianggap publik sebagai partai yang pragmatis.

Mudah-mudahan pemilukada kali ini menghasilkan pemimpin yang amanah, pemimpin yang bukan minta dilayani tetapi pemimpin yang melayani rakyatnya, jujur dan cerdas dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di Jakarta.









Yang tak terliput dari Pak Dayat

Rabu, 28 Maret 2012

Siang yang terik tak mengurangi antusiasme warga Pleret Bantul berkumpul di lapangan Pleret. Duka akibat gonjangan gempa dua pekan lalu yang menewaskan ribuan orang juga belum hilang. Apa yang membuat mereka begitu antusias mendatangi lapangan?

Hari ini, ada tamu istimewa yang hadir ke desa mereka di Pleret Bantul. Tamu itu adalah Hidayat Nur Wahid, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Pak Dayat, begitu beliau dipanggil akan berkunjung ke desa yang terkena dampak gempa sangat parah di Jogya sekaligus peletakan batu pertama pembangunan rumah bantuan dari donatur. Masyarakat begitu merindukan kehadiran pejabat negara yang memang juga berasal dari daerah yang dekat dengan lokasi mereka. Menurut berita, Pak Dayat keluarga Pak Dayat di Klaten juga terkena musibah gempa.

Siang makin terik, masyarakat tak juga melihat ada tanda-tanda seorang pejabat negara datang. Tiba-tiba saja, bunyi mikrophone dari tengah lapangan berbunyi.

“Yang Terhormat, Ketua MPR, Bapak Hidayat Nur Wahid selamat datang di desa kami.”

Suara pembawa acara sudah bergema sampai terdengat sekitar 25 m dari tempat acara yang berada di tengah lapangan.

“Loh, sudah datang, toh. Kapan datangnya?”

“Sudah lima belas menit lalu, Pak” saya menimpali pertanyaan seorang bapak tua yang dari tadi menunggu kedatangan Ketua MPR itu.

“Loh, biasanya ada sirine dan banyak polisi toh. Lah, ini seperti tidak ada apa-apa.”

Bapak tua itu heran karena biasanya selalu ada kehebohan kendaraan pengawal dan rombongan pejabat lainnya yang mengiringi. Ternyata Pak Dayat menaiki mobil biasa tanpa pengawalan. Bahkan Camat Pleret sampai tergopoh-gopoh mengejar Pak Dayat karena keduluan ketua MPR datangnya.

Acara diadakan di tengah lapangan. Para pejabat disediakan kursi empuk sementara warga hanya duduk lesehan beralaskan tikar. Ketika giliran Pak Dayat member sambutan, beliau kemudian turun dari kursinya dan duduk lesehan.

“Maaf bapak Ibu, bukannya saya tidak menghargai, supaya kita lebih dekat. Saya duduk nggih.” Begitulah perkataan yang saya tangkap dari obrolan beliau dengan warga dalam bahasa jawa yang sangat halus. Akhirnya pejabat dan tokoh masyarakat yang mendampingi Pak Dayat ikut lesehan. Jadilah kursi empuk yang disediakan panitia jadi kosong melompong.

Saya kagum dengan sikap sederhana beliau. Datang tidak mau merepotkan dan ketika diberi fasilitas beliau memilih fasilitas yang sama dengan warga.

Setelah acara peletakan batu pertama pembangunan rumah bantuan untuk korban gempa yang difasilitasi oleh Lembaga Kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Pak Dayat dikerumuni oleh warga untuk bersalaman. Beliau menyambut uluran tangan warga dengan senyum sambil menyempatkan berbincang walau sejenak.

“Assalamu’alaikum, Pak Dayat.” Saya memberanikan diri menyapa beliau.

“Wa’alaikum salam. Apa Kabar Mas. Terima kasih ya sudah bantu.”

Terkesiap saya menerima uluran tangan dan kata-kata yang indah ini. Kata-kata beliau memberi energi baru bagi saya untuk menjalani tugas kemanusiaan sebagai relawan di Jogja saat itu, Juni 2006. Keletihan saya selama sepekan mendadak sirna oleh sapaan hangat dan rendah hati dari seorang pejabat tinggi negara.

Saya menjadi saksi atas pengakuan banyak orang tentang kesederhanaan dan kerendahan hati Dr. Hidayat Nur Wahid yang saat ini mencalonkan diri menjadi Calon Gubernur Jakarta. Warga Jakarta kini memiliki banyak pilihan untuk mengangkat pemimpin daerahnya dan Hidayat Nur Wahid memberikan pilihan bagi warga yang ingin pemimpin berkarakter sederhana, rendah hati serta dekat dengan rakyat.


Achmad Siddik | @achmadsiddik
Relawan Gempa Jogja | Perawat Komunitas Pohon Inspirasi


*http://politik.kompasiana.com/2012/03/22/kisah-yang-tak-terliput-dari-hidayat-nur-wahid/

Ingatkan Foke, Hidayat : Jakarta Bukan Betawi Saja!

Selasa, 20 Maret 2012



detik.com - Cagub DKI dari PKS Hidayat Nurwahid menyindir kampanye Foke dengan dikotomi suku Betawi dan bukan. Dia meyakini Joko Widodo dan Alex Noerdin tidaklah mengikuti Pilkada DKI untuk mengobok-obok Jakarta.

"Siapapaun yang datang ke Jakarta bukan datang untuk mengobok-obok Jakarta. Pak Jokowi dan Pak Alex Noerdin tidak ingin mengobok-obok Jakarta. Succsess story yang mereka miliki di Solo dan Sumsel mau dibawa ke Jakarta dan saya welcome,"kata Hidayat kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (20/3/2012).

Hidayat mengingatkan Foke agar tak membesar-besarkan sentimen sebagai asli Betawi. Menurut dia, Jakarta ini dihuni banyak masyarakat dari seluruh Indonesia.

"Ya saya sangat hormat dengan Betawi, Pak Foke dan Nachrowi yang asli Betawi . Tapi Jakarta bukan hanya sekedar dihuni masyarakat Betawi, penduduk terbesar di Jakarta dari Jawa, Sunda, Betawi, baru Batak dan Padang ,dan seterusnya. Tidak tepat dikotomikan Jakarta dan luar Jakarta. Di Jakarta itu banyak orang dari seluruh Indonesia," kata dia.

"Dan saya juga bukan baru datang ke Jakarta. Sejak 1992 akhir saya di Jakarta, KTP saya Jakarta dan anak-anak saya semua lahir di Jakarta. Pada pemilu 2004 lalu saya presiden PKS dan PKS menang di Jakarta,"lanjut dia.

Hidayat pun mengaku optimis menatap Pilkada DKI. Namun dia mengingatkan semua cagub-cawagub DKI agar jangan arogan dalam berkampanye.

"Setiap kompetitor pasti optimis dan bisa memenangkan apa yang menjadi amanatnya. Saya untuk maju tidak dalam rangka kalah tapi tidak dalam rangka arogansi ataupun GR. Kita tetap PKS yang dengan track record kesantunan dan kebersamaan dan saya memandang rekan-rekan yang maju bukanlah kompetitor tapi rekan-rekan saya,"tandasnya.
*http://news.detik.com/read/2012/03/20/124728/1871927/10/sindir-foke-hidayat-jakarta-bukan-betawi-saja?991101mainnews 
Pantun Tifatul untuk HNW-Rachbini
NILAH.COM, Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) resmi mengusung duet Hidayat Nur Wahid (HNW) dengan Didik J Rachbini (DJR) di Pilgub DKI Jakarta. Kedua pasangan ini pun mendaftar ke KPUD DKI Jakarta pada senin (19/3/2012) malam.
Resminya duet yang diusung PKS ini mengundang mantan Presiden PKS yang kini menjadi Menkominfo Tifatul Sembiring untuk 'berkampanye'. Tifatul berkampanye meyakinkan kepada masyarakat bahwa pasangan ini layak dan akan mampu memimpin Jakarta.
'Kampanye' ini seperti biasa diucapkan Tifatul dengan pantun, ciri khasnya selama ini.
"Kalau wisata ke daerah tretes, silakan bawa seikat melati, kalau jakarta kepingin beres, serahkan pada Hidayat-Rachbini," kata Tifatul dalam akun twitternya @tifasembiring.
Sebelumnya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), telah resmi menduetkan Hidayat Nur Wahid dan Didik J Rachbini, sebagai pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur dalam Pemilukada Jakarta.
Alasan PKS Usung HNW di Pilgub DKI
INILAH.COM, Jakarta - Salah satu alasan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memilih mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid (HNW) sebagai kandidat calon gubernur DKI Jakarta karena  lebih populer dan mumpuni.
Dibandingkan dengan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Triwisaksana (Sani), HNW lebih dikenal masyarakat dan memiliki banyak pengalaman.
"Dia paling mumpuni dari segi nasionalnya, dia pernah jadi Ketua MPR," kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS Aboebakar Al Habsyi di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Senayan, Senin (19/3/2012).
Selain itu, pemilihan nama Hidayat disebabkan karena kegagalan PKS melobi Partai Demokrat untuk menyandingkan Foke dengan Sani. PKS tidak bisa menyandingkan Fauzi Bowo (Foke) dengan Sani. "Pertimbangannya karena Foke tidak jadi dengan Sani. Sani akan kuat kalau sama Foke, tapi kalau sendiri dia kurang kuat," ungkapnya.
Keputusan mengusung HNW diambil setelah 99 anggota Majelis Syuro menggelar rapat di kediaman Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin di Bandung, Jawa Barat. [bar]









Hanya ada di PKS:
Meskipun tidak jadi dicalonkan menjadi Cagub DKI, Bang Sani ikhlas dan legowo karena partai dengan berbagai pertimbangannya akhirnya memilih Hidayat Nur Wahid sebagai calon gubernur DKI, bukannya sakit hati tapi malah menjadi ketua tim suksesnya.  































































Related

politik 4376280189602586344

Posting Komentar

emo-but-icon

Popular Posts

LABEL

item