Janji Pemabuk
https://catatancintaabadi.blogspot.com/2012/05/janji-pemabuk.html
Seorang pemabuk berjalan pulang ke rumah di malam hari, ditengah jalan ia dicegat 2 orang perampok.
“Serahkan semua uangmu!” kata salah satu perampok.
Si pemabuk dengan gemetar meraba raba saku bajunya,untuk mencari uang yang barangkali masih ada.
Dengan setengah sadar, ia masih ingat sepertinya masih punya uang di saku bajunya, tapi ia heran tangannya tak menemukan apapun.
“Kalau kamu tidak menyerahkan uangmu, kamu akan kami bunuh” perampok kedua mengancam dengan sadis sambil menempelkan pisau di leher si pemabuk.
Dengan gemetar, si pemabuk menjawab : “Beri aku waktu sebentar”.
Perampok itu menarik kembali pisaunya.
Pemabuk itu lalu berlutut di tanah, kedua telapak tangannya menengadah ke langit.
Ia berdoa di dalam hati “Tuhan, tolonglah aku, jika ENGKAU selamatkan aku dari para perampok ini, aku berjanji tidak akan mabuk mabukan lagi”
Begitu selesai berdoa, ia merasakan ada sesuatu yang jatuh dari dalam bajunya. Ternyata, sekeping uang perak.
Menyadari bahwa ia sudah mendapatkan yang ia butuhkan, ia segera melanjutkan , “Tuhan, lupakan doaku”.
Ini hanyalah sebuah anekdot lawas.
Mungkin kita sering menjumpainya dalam versi yang berbeda.
Seperti biasa, anekdot ini menyindir perilaku kita lewat kelakuan si pemabuk.
Pemabuk ini menganggap uang yang jatuh dari sakunya bukan pemberian Tuhan atas doanya , sehingga ia punya alasan untuk tetap mabuk mabukan lagi.
Ini persis seperti kelakukan kita,.Saat dilantik memegang jabatan atau profesi, kita bersumpah.
Kita begitu mudah berjanji, seringkali atas nama Tuhan, dan begitu mudah pula melupakannya.
Saat menikah, kita berjanji.
Waktu berbisnis dengan orang lain, kita juga berjanji.
Tapi………….
Betapa mudah kita melanggar janji yang sudah kita sepakati.Kita menganggap gaji yang kita terima atau kesetiaan pada pasangan hidup , sebagai uang koin yang jatuh begitu saja dari baju kita.
Lebih buruk lagi, kita tidak mau mengakui bahwa kita telah melanggar janji.