Sikap Sadap Menyadap
https://catatancintaabadi.blogspot.com/2013/11/sikap-sadap-menyadap.html
Vladimir Putin (Foto: Blogspot) |
Sikap Sadap-menyadap - Gonjang-ganjing penyadapan Australia di Indonesia kian ramai. Kedua belah pihak sibuk menyibak luka dan sikap masing-masing. Pemerintah kita sibuk meminta penjelasan Pemerintahan Negeri Kanguru itu, melalui PM Tony Abbott. Di pihak Australia, mereka enggan memberikan penjelasan secara resmi. Jadilah keduanya bak dua anak sungai, yang bermuara pada satu tempat.
Mengapa bak dua anak sungai, yang satu hulu kemudian kembali menyatu di lautan? Saya pandang demikian karena keduanya dikenal sebagai negara yang negara dengan Paman Sam, Amerika Serikat. Jadi, pada akhirnya akan menyatu juga. Berbeda cerita jika Indonesia mendekatkan diri dengan pemimpin Rusia, Vladimir Putin. Muaranya akan sulit ditebak.
Lantas, siapa Vladimir? Vladimir hanya seorang pemimpin negara bekas superpower Uni Sovyet. Apa latar belakangnya? Dia bekas seorang intelijen, yang kemudian menjadi pemimpin negara tersebut.
Bapak dua anak itu secara resmi menjabat Presiden pada 2000 setelah melepaskan jabatan perdana menteri. Dirinya menggantikan Boris Yeltsin, yang mengundurkan diri. Setelah meraih 52 persen lebih pemilih, dirinya ditahbiskan menjadi Presiden Rusia pada 7 Mei 2000.
Semasa jabatannya, hubungan Rusia dengan banyak negara menjadi baik. Sebelumnya, hubungan Rusia dengan negara-negara besar seperti AS, China, dan negara-negara Amerika Latin tidak berjalan baik. Pasalnya, pasca-keruntuhan Federasi Uni Sovyet, Desember 1991, hubungan Rusia dengan negara-negara tersebut berjalan tidak baik.
Pria kelahiran 7 Oktober 1952, St Petersburg, itu kini memimpin Rusia dengan kemampuannya sebagai intelijen. Sebelum menjabat negara komunis terbesar dalam sejarah itu, pria kristen ortodoks itu berkarier di keintelijenan Uni Sovyet, 1975-1990, kala Rusia masih bersatu dengan negara-negara bagian selatan dan bagian barat sebagai negara Uni Sovyet.
Dalam beberapa sikap internasional, Vladimir Putin berani mengambil sikap yang berbeda dengan Amerika Serikat. Di antaranya, yang belakangan terjadi, adalah perang Suriah dan pembocoran informasi sadap-menyadap oleh Edward Snowden. Sikap internasional Putin pada perang Suriah tidak sepenuhnya mendukung sikap Amerika Serikat. Begitu pula dengan sikapnya terhadap Edward Snowden, yang memberi suaka kepada buronan Amerika Serikat itu.
Beranikah Indonesia mendekati Rusia dalam sikap sadap-menyadap ini? Beranikah pemerintah Indonesia belajar dari Vladimir Putin?