Legal Opinion Kasus Penyerobotan Tanah Adat Kajang
https://catatancintaabadi.blogspot.com/2012/05/legal-opinion-kasus-penyerobotan-tanah.html
I. Fakta Hukum
1. PT.PP. Lonsum merupakan Perusahaan Modal Asing di bidang perkebunan khususnya karet masuk ke bulukumba dengan nama NV Celebes Landbouw Maaschappijh melalui keputusan jendral hindia belanda No.43 dan 44 tanggal 10 Juli 1919 dan 18 Mei 1921 dengan status hak erpacht.
2. Pada 17 April 1961 NV Celebes Landbouw Maaschappijh mengajukan permohonan ke Pemerintah RI agar hak erpacht nya di konversi menjadi HGU.
3. Berdasar surat Kepmendagri No.39/HGU/DA/76 PT.PP. Sulawesi nama lain dari NV Celebes Landbouw Maaschappijh memperoleh perpanjangan HGU yang berlaku surut mulai 13 Mei 1968 hingga 31 Desember1998.
4. Tahun 1981-1982 penggusuran tanah didesa Bonto biraeng Kec.Kajang seluas 546,6 ha. Penggusuran seluas 373 ha juga terjadi di desa Jo¢jolo Kec.Bulukumba.1
5. Pada tahun 1982 sebanyak 253 petani dari Kec. Kajang, Ujung Bulu dan Bulukumba mengajukan gugatan perdata dengan nomor register perkara No.17.K/1982/PN.Blk diatas tanah seluas 200 ha. Dengan batas alam:
- sebelah utara : Sungai Galoggo
- sebelah timur : Kebun KODAM Wirabuana
- sebelah selatan : Sungai Balang Lohe
- sebelah barat : Kebun Desa Bulo-bulo
6. Dalam perkara No.17.K/1982/PN.Blk pada tanggal 24 Maret 1983 PN. Bulukumba telah memberikan putusannya yang amarnya berbunyi sebagai berikut :
Dalam Eksepsi
- Menolak eksepsi tergugat I tanggal 3 Juli 1982 tersebut ;
Dalam Pokok Perkara
Mengabulkan gugatan para penggugat untuk sebahagian ;
- Menyatakan bahwa in litis tanah sengketa seluas 200 ha. Tersebut adalah tanah hak pakai para penggugat sebagai tanah garapannya secara turun temurun, sudah kurang lebih 28 tahun.
- Menyatakan bahwa perbuatan para tergugat (yang dipernyatakan diatas) adalah sebagai perbuatan melanggar hukum (onrechtmatiqe daad)
- Menghum tergugat I untuk membayar kepada para penggugat ganti rugi atas pengrusakan/pembabatan pohon-pohon milik para penggugat yang dipernyatakan diatas sebesar Rp.5.638.000,- ditambah bunga sebesar 3% perbulan terhitung tanggal gugatan 3 April 1982 sampai dibayarnya. Ganti rugi pokok Rp.5.638.000,- tersebut ;
- Menghukum para tergugat secara tanggung renteng untuk membayar ganti rugi sebesar Rp.10.917.000,- kepada para penggugat sebagai keuntungan panen yang tidak jadi dinikmati para penggugat karena perbuatan melanggar hukum oleh para tergugat dipenyatakan diatas :
- Menyatakan sertifikat (bukti TI-2) atas nama tergugat I khusus tanah in litis adalah tidak mengikat :
- Menghukum para tergugat secara tanggung renteng untuk membayar semua biaya yang timbul dalam perkara ini yang hingga kini dianggar sebesar Rp.104.525,-
7. Berkaitan dengan putusan tersebut PT.PP. Lonsum mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan. Pada tanggal 17 September 1983 melalui perkara No.228/1983/PT/Pdt, memutuskan untuk membatalkan putusan PN Bulukumba perkara No.17.K/1982/Blk , yang amar putusannya berbunyi sebagai berikut :
- Menerima permohonan banding dari para tergugat pembanding tersebut :
- Membatalkan Putusan PN. Bulukumba tanggal 24 Maret 1983 No.17.K/1982/PN.Blk. yang dimohonkan banding :
Dan Mengadili Sendiri
- Menolak gugatan para tergugat terbanding :
- Menghukum para penggugat terbanding, membayar biaya perkara dalam dua tingkat peradilan yang pada tingkat banding sebesar Rp.15.000,-
8. Atas putusan PT. Sulsel tersebut kuasa hukum masyarakat (Laica Marzuki, SH) mengajukan permohonan kasasi secara lisan pada 23 Mei 1987, yang disusul dengan memori kasasi yang memuat alasan-alasan yang dapat diterima di Kepaniteraan PN. Bulukumba pada tanggal 5 Juni 1987.
9. Dalam sidang terbuka pada Selasa, 31 Juli 1990 Mahkamah Agung RI mengeluarkan putusan Kasasi No.2553.K/Pdt/1987 yang amar putusannya sebagai berikut :
- Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan tanggal 19 Februari 1987 No. No.228/1983/PT/Pdt :
Dan Mengadili Sendiri
Dalam Eksepsi
- Menolak eksepsi tergugat I tanggal 3 Juli 1982 tersebut ;
Dalam Pokok Perkara
Mengabulkan gugatan para penggugat untuk sebahagian ;
- Menyatakan bahwa in litis tanah sengketa seluas 200 ha. Tersebut adalah tanah hak pakai para penggugat sebagai tanah garapannya secara turun temurun, sudah kurang lebih 28 tahun ;
- Menyatakan bahwa perbuatan para tergugat (yang dipernyatakan diatas) adalah sebagai perbuatan melanggar hukum (onrechtmatiqe daad) ;
- Menghukum para tergugat atau tergugat I untuk menyerahkan in litis tanah sengketa kepada para penggugat secara bebas dan kosong dengan beban para tergugat ;
- Menghum tergugat I untuk membayar kepada para penggugat ganti rugi atas pengrusakan/pembabatan pohon-pohon milik para penggugat yang dipernyatakan diatas sebesar Rp.5.638.000,- ditambah bunga sebesar 3% perbulan terhitung tanggal gugatan 3 April 1982 sampai dibayarnya. Ganti rugi pokok Rp.5.638.000,- tersebut ;
- Menghukum para tergugat secara tanggung renteng untuk membayar ganti rugi sebesar Rp.10.917.000,- kepada para penggugat sebagai keuntungan panen yang tidak jadi dinikmati para penggugat karena perbuatan melanggar hukum oleh para tergugat dipenyatakan diatas :
- Menyatakan sertifikat (bukti TI-2) atas nama tergugat I khusus tanah in litis adalah tidak mengikat :
- Menolak gugatan penggugat selain dan selebihnya ;
- Menghukum termohon-termohon kasasi akan membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi sebanyak Rp.20.000,- 2
10.Berkaitan dengan Keputusan Kasasi tersebut diatas, Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bulukumba mengeluarkan surat No.08/PEM/I/1991 tertanggal 8 Januari 1991 ditujukan kepada Ketua Mahkamah Agung RI, Perihal : Penangguhan Pelaksanaan Eksekusi Putusan MA tanggal 31 Juli 1990 No.2553.K/Pdt/1987.
11.Pada tanggal Sabtu, 12 Januari 1991, PT. PP Lonsum yang diwakili Kuasa Hukumnya Chaidir Hamid, SH mengajukan permohonan Peninjauan Kembali atas perkara perdata No.17/K/1982/PN-BLK. Yang isi dari permohonan PK adalah :
- Menerima permohonan peninjauan kembali pemohon ;
- Membatalkan putusan MA No.2553.K/Pdt/1987 tanggal 26 Juni 1990 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan tanggal 19 Februari 1987 No. No.228/1983/PT/Pdt jo. Putusan PN. Bulukumba tanggal 24 Maret 1983 No.17/K/1982/PN-BLK ;
- Mengadili sendiri : Menolak gugatan penggugat/ Termohon PK menghukum penggugat/ Termohon PK membayar biaya perkara.
12.Sebagai tindak lanjut atas permohonan tersebut PN. Bulukumba pada 15 Januari 1991 mengeluarkan surat pemberitahuan kepada Ketua PN kelas I Ujung Pandang No. W15.D8.HT.01.07-43/1991 untuk menginformasikan Peninjauan Kembali yang diajukan PT. PP. Lonsum Kepada H.M. Laica Marzuki, SH. Kuasa Hukum Penggugat perkara perdata No.17/K/1982/PN-BLK. Penginformasian oleh PN kelas I Ujung Pandang direalisasi pada tanggal 9 Februari 1991.
13.Selanjutnya, Mahkamah Agung RI tanggal 27 Februari 1991 memberikan jawaban dengan Surat No.KMA/028/II/1991 yang ditujukan kepada Ketua PN. Bulukumba yang isinya tentang penundaan eksekusi Putusan MA tanggal 31 Juli 1990 No.2553.K/Pdt/1987 sampai adanya putusan Peninjauan Kembali.
14.Bahwa respon atas informasi tersebut oleh H.M. Laica Marzuki, SH. Mengajukan surat permohonan pembatalan atas relaas surat pemberitahuan tersebut pada tanggal 2 Mei 1991 dengan alasan ketika itu (tanggal 9 Februari 1991) H.M. Laica Marzuki, SH. belum menjadi penerima kuasa dari para termohon Peninjauan Kembali, Hamarong, dkk. Sehingga Jurusita/ pengganti bisa memberitahukan kepada masing-masing termohon Peninjauan Kembali, Hamarong, dkk.
15.Sebagai bentuk pembelaan atas permohonan PK oleh pihak PT.PP. Lonsum, Kuasa hukum Masyarakt mengajukan kontra memori PK pada tanggal 20 Juli 1991 yang isinya meminta MA untuk :
- Tidak menerima permohonan PK oleh PT. Lonsum ;
- Menguatkan Keputusan MA tanggal 26 Juni 1990 No.2553.K/Pdt/1987;
- Menghukum pemohon PK untuk membayar biaya perkara.
16.Bahwa pada tanggal 14 Oktober 1996 Pusat Bantuan dan Penyuluhan Hukum UNHAS (PBPH LPPM-UNHAS) selaku kuasa hukum masyarakat dengan surat No.03/J04.19.24/PM.16/96 mengajukan permohonan eksekusi terhadap putusan MA tanggal 26 Juni 1990 No.2553.K/Pdt/1987 kepada Ketua PN. Bulukumba
17.Pada 1997 PT. PP. Lonsum mengajukan permohonan perpanjangan HGU perkebunan diwilayah palangisang dan Balombesi luas seluruhnya 6.466,0991 ha, terletak di kecamatan Bulukukumpa, Kajang, Ujungloe dan Herlang, Kab. Bulukumba, prop. Sulawesi Selatan berstatus HGU No.2/ Bonto Minasa (seluas 955, 19 ha), No.2/ Tanete (seluas 980, 25 ha) dan no.2/ Swatani, Tambangan, Bonto Minasa dan Balleanging (seluas 4.530,6591 ha). Yang setelah pengukuran ulang berdasarkan Risalah Pemeriksaan Tanah No.03/RPT-B/53/1997 tertanggal 22 April 1997, hanya mempunyai luas keseluruhan 5.784,46 ha.
18.Pada tanggal 16 Maret 1998 telah dikeluarkan putusan Peninjauan Kembali No.298-PK/PDT/1991 oleh MA, yang isinya antara lain :
Mengadili
Menolak permohonan PK. Dari pemohon PK. PT.PP. Lonsum Indonesia tersebut ;
- Menghukum pemohon PK membayar biaya perkara tingkat PK sebanyak Rp.30.000,-
- Putusan PK. tersebut dapat dipenuhi secara sukarela dalam tempo 8 hari;
19.Dalam berita acara sita eksekusi tertanggal Kamis, 3 Desember 1998, H.M. Abdi Koro, SH. Selaku Panitera atau sekretaris Pengadilan Negeri Bulukumba menyatakan bahwa berdasarkan putusan-putusan pengadilan, maka dengan disaksikan 6 orang saksi Abdi Koro, SH. melakukan penyitaan atas :
- Tanah seluas
o menurut penggugat 200 ha dengan batas-batas sesuai gugatan ;
o menurut tergugat luasnya 540 ha sesuai data kalkir yang dikeluarkan kantor BPN Kab. Bulukumba.
- 20 koppel rumah dinas, satu gardu mesin kepunyaan PT. Lonsum yang ditinggal karyawan
- 1 buah mobil merek Rokky DD.870 YA warna putih, dan 1 buah mobil Futura DD… warna biru milik Lonsum
- 130 buah rumah kepunyaan masyarakat yang ada diatas tanah obyek sengketa yang menurut terguagat, bahwa tanah tersebut seluas 103 ha adalah ganti rugi kepada penggugat, tetapi setelah masyarakat dikumpulkan oleh Panitera PN. Bulukumba, masyarakat menyangkal tidak dapat ganti rugi, tetapi masyarakat mendapat tanah dengan membeli kepada mantan Kepala Desa Bontobiraeng pada waktu itu ;
- Jumlah pohon karet diatas tanah sengketa menurut Versi terguagat adalah 60 ha yang ditumbuhi tanaman karet yaitu 60 x a. 400 pohon, sedangkan menurut pemeriksaan/ penyitaan PN. Bulukumba jumlah pohon adalah 418, 6 ha setelah dikurangi yang tidak ditumbuhi karet, yaitu 418, 6 ha x a.400 = 167.440 pohon.
20.Bahwa pada tanggal 14 Desember 1998 Ketua PN. Bulukumba mengirim surat kepada Ketua PT. Sulsel untuk mohon petunjuk masalah eksekusi perkara No.17.K/1982/PN.Blk.
21.Tanggapan diberikan pada tanggal 29 Desember 1998 oleh Ketua PT. Sulsel melalui surat No.W15.D1-HT.01.08-538/1998 yang antara lain menyatakan bahwa :
- Bahwa sebagaimana diketahui, putusan tersebut diatas adalah mempunyai kekuatan hukum tetap, bahkan telah keputusan Peninjauan Kembali, dimana diktumnya menolak permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh pihak pemohon Peninjauan Kembali dalam hal ini PT. Pp. London Sumatra Indonesia: sekarang termohon eksekusi ;
- Bahwa untuk pelaksanaan putusan tersebut PN. Bulukumba telah melaksanakan Sita Eksekusi pada tanggal 3 Desember 1998 yang lalu, sesuai dengan berita acara sita eksekusi tanggal 3 Desember 1998 No.17.K/1982/PN.Blk ;
- Bahwa dari hasil pelaksanaan sita eksekusi tersebut ternyata terdapat perbedaan luas antara yang digugat dan luas sebenarnya…. Sungguhpun batasnya tepat, sehingga menimbulkan kesulitan bagi PN. Bulukumba untuk melaksanakan eksekusi tersebut……. ;
- Bahwa menurut pasal 206 Rbg dan pasal 195 HIR, maka eksekusi tersebut dilakukan atas perintah dan dipimpin oleh ketua PN yang memutus perkara itu pada tingkat I dan perbuatan tersebut bukanlah perbuatan mengadili atau bukan menilai putusan yang bersangkutan ;
- Bahwa alasan perbedaan luas tanah yang dieksekusi jauh perbedaannya, alasan ini tidak dapat dibenarkan, karena dalam gugatan para penggugat sudah menyebutkan letak dan batas-batas dari tanah sengketa yang dengan sendirinya luas tanah sengketa dimaksud adalah yang terletak dalam batas-batas tanah yang disebutkan ;
- Bahwa alasan perbedaan luas tanah tersebut, juga tidak dapat dibenarkan, karena gugatan para penggugat terhadap para tergugat merupakan satu kesatuan yang dengan sendirinya penyebutan tanah sengketa yang dikuasai oleh tergugat I itu cukup dalam batas-batas keseluruhannya.
- Bahwa luas tanah sengketa sudah cukup jelas dengan meyebutkan letak dan batas-batas tanah yang menjadi objek sengketa secara keseluruhan untuk semua para penggugat….. ;
21.Sebagai follow up dari sita eksekusi tanggal 3 Desember 1998 PN. Bulukumba melalui Panitera mengeluarkan surat No.W.15.D8.HT.01.07-137/1999. Perihal: Pelaksanaan penjualan lelang dimuka umum atas 2 buah mobil. Dalam surat tersebut PN. Bulukumba meminta PT.Lonsum untuk untuk menyerahkan kedua mobil tersebut selambat-lambatnya 13 Maret 1999.
22.Dalam laporan pelaksanaan eksekusi perdata No.17.K/1982/PN.Blk. jo putusan PT.UJ.No.228/1983/PT/Pdt, 17 September 1983 jo. Putusan Kasasi No.2553.K/Pdt/1987 jo. Putusan Peninjauan Kembali MA. RI. No.298 PK/PDT/1991, tertanggal 27 Februari 1999 oleh PN. Bulukumba yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi Sulsel dan ditembuskan kepada Ketua MA, Menteri Kehakiman, Insp.Jend Depkeh, Kanwil Depkeh Sulsel, Unsur Muspida Kab.II Bulukumba, Abd. Rasyid UNHAS. Yang dalam salah satu uaraiannya disebutkan “…..eksekusi diperkirakan akan berlangsung selama kurang lebih 15 hari, jumlah areal yang akan dikosongkan ± 540,6 ha. Yang diatasnya ditumbuhi pohon karet sejumlah 164.440 pohon + ratusan kelapa hibrida, Jambu Mente, coklat, 153 buah rumah panggung, 20 unit kopel rumah batu permanen dan beberapa bangunan lainnya….”
23.Selanjutnya Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan melalui surat No.W15.D1-HT.01.04-84/1999, tertanggal 29 Maret 1999 tentang eksekusi perkara No. 17/K/1982/PN-BLK memberikan sedikit klarifikasi kepada PN. Bulukumba bahwa berdasarkan beberapa putusan pengadilan, PT. Sulsel berpendapat bahwa penetapan PN. Bulukumba tanggal 1 Februari 1999 No.17/Pen.K/1998/PN.BLK mengenai ganti rugi butir 1 sejumlah Rp.44.644.005,- sudah tepat, sedang biaya sita eksekusi Rp.14.950.000,- biaya eksekusi pengosongan, biaya eksekusi pengosongan Rp.125.000.000, serta biaya lelang dimuka umum 2 buah mobil sejumlah pohon karet Rp.6.500.000,- adalah berkelebihan dan tidak sesuai dengan amar putusan MA RI. No.2553 K/Pdt/1987. Atas dasar pertimbangan tersebut, PT. Sulsel memerintahkan PN. Bulukumba untuk menghentikan/ menangguhkan eksekusi lelang 2 (dua) buah mobil serta pohon karet 167.440 pohon.
24.Pada tanggal 19 Mei 1999 PN. Bulukumba mengeluarkan surat No.W15.D8 HT.01.07.287/1999, perihal : Penjelasan/ Petunjuk dalam perkara perdata No.17/pdt.G/1982/PN-BLK yang ditujukan kepada Sdr. Zainuddin Batoi, Bc.HK. kuasa hukum penggugat yang isinya membenarkan surat No.W15.D1-HT.01.08-538/1998 tertanggal 29 Desember 1998 oleh Ketua PT. Sulsel.
25.Kembali Ketua PT. Sulsel mengeluarkan surat No. W15.D1-HT.01.04-184/1999 kepada PN. Bulukumba tertanggal 5 Juli 1999, perihal : eksekusi perkara No.17/pdt.G/1982/PN-BLK jo. No.2553 K/Pdt/1987, disebutkan dalam isi surat bahwa PN. Bulukumba telah menyimpang dari amar putusan MA sertab petunjuk dari PT. Sulsel tanggal 29 Desember 1998 No. W15.D1-HT.01.08-538/1998 ;
- Amar putusan MA adalah 200 ha tanah dalam batas-batas sebagaimana dalam gugatan penggugat, sedang hasil sita eksekusi tanggal 3 Desember 1998 menurut tergugat bukan 200 ha, melainkan 540 ha sesuai data kalkir yang ada pada tergugat ;
- Dalam petunjuk PT. Sulsel tanggal 29 Desember 1998 tidak memerintahkan PN. Bulukumba untuk eksekusi 540 ha melainkan sesuai amar dan disesuaikan dengan sita eksekusi tanggal 3 Desember 1998 ;
- Dari hasil pengawasan para Hakim Tinggi pengawas PN. Bulukumba, tanah yang dieksekusi adalah sebagaimana sesuai dengan gambar situasi yang ditandai dengan stabilo warna kuning dan merah, padahal seharusnya hanya seluas 200 ha sebagaimana ditandai dengan stabilo warna merah, termasuk didalamnya bidang tanah yang telah ditempati masyarakat atas izin tergugat I, luas 200 ha tersebut adalh merupakan jumlah luas tanah yang digugat oleh masing-masing penggugat ;
- Atas dasar pertimbangan tersebut, PT. Sulsel memerintahkan Ketua PN. Bulukumba melakukan eksekusi ulang dengan mengosongkan tanah seluas ± 200 ha sebagaimana tersebut pada gambar situasi dengan stabilo warna merah untuk penggugat, dan selebihnya (warna kuning) diserahkan pada tergugat I. Apabila masyarakat merasa berhak atas tanah tersebut, harus mengajukan jgugatan baru ;
- Dalam eksekusi ulang agar PN. Bulukumba berkoordinasi dengan Kantor Pertanahan setempat serta aparat keamanan.
26.Eksekusi ulang (penyempurnaan eksekusi) dilakukan pada 12 Januari 2001 oleh PN. Bulukumba dibantu tim pengukur dari BPN Bulukumba, di bantu aparat Polres Bulukumba. Ratusan warga Kajang yang berkehendak menentang pelaksanaan eksekusi tersebut oleh aparat polisi sempat disuruh bubar dengan melepaskan tembakan ke udara. Tapi massa tetap bertahan hingga pelaksanaan pengukuran batal dilakukan.
27.Sekitar 700 orang petani melakukan aksi menduduki kantor DPRD Bulukumba selama 4 hari dari 10 – 14 Maret 2003. tuntutan yang dimintakan (yang kemudian disepakati oleh Muspida) yaitu :(i) Kapolres Bulukumba berjanji akan menegakkan hukum pada masalah Lonsum-termasuk kepemilikan senjata oleh Lonsum dan pemalsuan tanda tangan oleh Lonsum; (ii) PT. Lonsum tidak melakukan penggusuran atas lahan penduduk; (iii) Bupati akan memperlihatkan HGU PT. Lonsum; (iv) Bupati akan memfasilitasi dilakukannya pengukuran ulang terhadap wilayah HGU PT. Lonsum; (v) akan dilakukian penelitian tentang HGU PT. Lonsum; (vi) Moratorium Lonsum selama dua tahun, sambil melakukan pendataan luas areal HGU PT. Lonsum.
28.Pada 18 Juli 2003 diadakan rapat Muspida yang dihadiri Bupati, Dandim 1411, Kapolres, Kajari, Wakil Bupati, Wakil DPRD yang “menegaskan bahwa 200 ha adalah hak rakyat dan selebihnya adalah HGU PT. Lonsum, kemudian aparat terkait akan memberikan bantuan keamanan”.
29.Senin, 16 Februari 2004 pembentukan Tim mediasi untuk konflik tanah antara Masyarakat Adat Kajang dan PT. Lonsum yang disyahkan oleh Gubernur.
II. Para Pihak
Berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut, dapat diidentifikasikan para pihak dalam Kasus Penyerobotan Tanah Adat Kajang, adalah :
1. PT. PP. London Sumatra tbk ;
2. Masyarakat Adat Kajang, Pendamping dan seluruh komponen yang menolak pencaplokan Tanah Adat Kajang Oleh PT. PP. Lonsum ;
3. Kepala Wilayah Kec. Kajang Kab. Bulukumba ;
4. Kepala Desa Tambangan Kec. Kajang Kab. Bulukumba ;
5. Gubernur Sulawesi Selatan ;
6. Muspida II Bulukumba yaitu : Bupati Tingkat II bulukumba, Dandim 1411 Bulukumba, Kapolres Bulukumba, BPN Kanwil. Bulukumba, Kajari Bulukuba, DPRD II ;
7. Pengadilan Negeri Bulukumba ;
8. Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan ;
9. Mahkamah Agung RI ;
10.BPN Pusat .
III. Dasar Hukum
Berkaitan dengan Kasus Penyerobotan Tanah Adat Kajang, maka ada beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait, yaitu :
1. Undang Undag Dasar RI. tahun 1945 ;
2. UU No.5 tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria ;
3. UU No.14 tahun 1970 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman ;
4. UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM ;
5. UU No.51 Prp tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin atau Yang berhak Kuasanya ;
6. Peraturan Pemerintah RI No. 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah ;
7. Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ;
8. Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN No.3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ;
9. Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN No.5 tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat ;
IV. Bukti Hukum
Berdasarkan fakta hukum diatas, maka bukti-bukti hukum yang dimiliki dan atau harus ada adalah sebagai berikut :
1. Putusan PN. Bulukumba tanggal 24 Maret 1983 No.17.K/1982/PN.Blk.
2. Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI tanggal 31 juli 1990 No.2553.K/Pdt/1987. dalam Perkara Kasasi Perdata antara Hamarong dkk. melawan PT. PP. London Sumatera Indonesia ;
3. Risalah Pemeriksaan Tanah oleh Panitia Pemeriksaan Tanah No.03/RPT-B/53/1997.
4. Berita acara eksekusi tanggal 3 Desember 1998 untuk perkara perdata No.17/K/1982/PN-BLK ;
5. Surat Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan Kepada Ketua Pengadilan Negeri Bulukumba tanggal 29 Desember 1998 No.W15.D1-HT.01.08-938/1998. Perihal : Mohon Petunjuk ;
6. Berita Acara Eksekusi Pengadilan Negeri Bulukumba tertanggal 26 Februari 1999 untuk perkara perdata No.17/K/1982/PN-BLK ;
7. Surat Ketua Pengadilan Negeri Bulukumba yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan tanggal 27 Februari 1999 No.W15.D8-HT.01.10/115/1999. Perihal : Laporan Pelaksanaan Eksekusi Perdata No.17.K/1982/PN.Blk. jo putusan PT.UJ.No.228/1983/PT/Pdt, 17 September 1983 jo. Putusan Kasasi No.2553.K/Pdt/1987 jo. Putusan Peninjauan Kembali MA. RI. No.298 PK/PDT/1991 ;
8. Surat Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan kepada Ketua Pengadilan Negeri Bulukumba tanggal 29 Maret 1999 No.W15.D1-HT.01.04-84/1999. Perihal : Eksekusi Perkara No.17/K/1982/PN.BLK.
9. Surat Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan No. W15.D1-HT.01.04-184/1999 kepada PN. Bulukumba tertanggal 5 Juli 1999, Perihal : Eksekusi Perkara No.17/K/1982/PN-BLK jo. Putusan Kasasi No.2553.K/Pdt/1987.
Bukti hukum yang belum dimiliki adalah :
1. Surat Kepmendagri No.39/HGU/DA/76 tanggal 17 September 1976 tentang perpanjangan HGU yang berlaku surut mulai 13 Mei 1968 hingga 31 Desember 1998 ;
2. Keputusan Pengadilan Tinggi Sulawesi tanggal 17 September 1983 perkara No.228/1983/PT/Pdt ;
3. Keputusan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN tanggal 12 september 1997 No.111/HGU/BPN/1997 tentang pemberian perpanjangan Hak Guna Usaha atas Tanah Terletak di Kabupaten Bulukumba, Propinsi Sulawesi Selatan ;
4. Keputusan MA. RI tentang penolakan Peninjauan Kembali.
V. Analisa (Pendapat) Hukum Sementara
Setelah memperhatikan, membaca dan mempelajari seluruh fakta-fakta hukum dan bukti-bukti hukum diatas, dengan mengasumsikan bahwa bukti-bukti yang belum tersedia/ dipegang tidak diragukan keberadaan dan kebenarannya, maka kami mempunyai pendapat hukum sementara, sedangkan pendapat hukum selengkapnya baru dapat dikeluarkan setelah seluruh bukti-bukti hukum tersedia, sebagai berikut :
Tentang Penyerobotan Tanah Adat Kajang Oleh Lonsum
1. Tentang Penguasaan HGU Oleh Lonsum
1.1 Bahwa dalam sidang terbuka pada Selasa, 31 Juli 1990 Mahkamah Agung RI mengeluarkan putusan Kasasi No.2553.K/Pdt/1987 memenangkan gugatan Masyarakat atas tanah berdasarkan batas alam:
- sebelah utara : Sungai Galoggo
- sebelah timur : Kebun KODAM Wirabuana
- sebelah selatan : Sungai Balang Lohe
- sebelah barat : Kebun Desa Bulo-bulo
1.2 HGU PT.PP. Lonsum Indonesia yang sebelumnya No.39/HGU/DA/76 telah diperbaharui dan diperpanjang dengan HGU No.111/HGU/BPN/1997 pada tanggal 12 September 1997, merupakan justifikasi legal penguasaan PT.PP. Lonsum Indonesia atas tanah perkebunan yang berstatus HGU di daerah Bulukumba.
1.3 Bahwa menurut pasal 125 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP. 24 tahun 1997 disebutkan bahwa, “Pencatatan perubahan data pendaftaran tanah berdasarkan putusan pengadilan atau penetapan hakim/ ketua pengadilan oleh kepala kantor pertanahan dalam daftar buku tanah yang bersangkutan dan daftar umum lainnya dilakukan setelah diterimanya penetapan hakim / Ketua Pengadilan atau putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan berita acara eksekusi dari panitera pengadilan negeri yang bersangkutan.”
1.4 Selanjutnya dalam pasal 130 ayat (3) Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 tahun 1997 disebutkan bahwa, “ Untuk pencatatan perpanjangan jangka waktu hak atas tanah tidak dilakukan pengukuran ulang, kecuali kalau denganpersetujuan pemegang hak terjadi perubahan batas bidang tanah yang bersangkutan.” ;
1.5 Mengacu pada point 1.3 dan 1.4 maka Risalah Pemeriksaan Tanah berkaitan dengan perpanjangan HGU menjadi cukup menentukan apakah ada kepatutan HGU tersebut untuk direkomendasikan perpanjangannya atau tidak ;
1.6 Bahwa berdasarkan pada Risalah Pemeriksaan Tanah No.03/RPT-B/53/1997 tanggal 22 April 1997 huruf A. Riwayat Tanah Itu; angka 4 disebutkan bahwa, “didalam areal tanah yang dimohon, tidak terdapat tanda-tanda penguasaan, pemilikan maupun penggunaan tanah oleh perorangan dan masyarakat adat setempat.” Yang dilanjutkan pada huruf C. Kepentingan Orang Lain Dan Kepentingan Umum; angka 1 disebutkan, “ bahwa terhadap permohonan itu tidak ada keberatan-keberatan yang diterima karena didalam lokasi tersebut tidak terdapat penduduk/ penggarapan rakyat.” ;
1.7 Bahwa dalam konsideran Putusan PN. Bulukumba No. 17/K/1982/PN.BLK tanggal 24 Maret 1983 disebutkan pada halaman 87 - 88 bahwa, “ ..Menimbang, bahwa dari hal-hal yang diuraikan tersebut diatas, Majelis mengambil kesimpulan bahwa areal lokasi tanah sengketa semula adalah tanah garapan dan/ atau tanah tempat tinggal para penggugat yang telah digarap secara turun temurun hingga sekarang, setidak-tidaknya pihak perkebunan atau para tergugat pada saat itu hingga sekarang telah mengetahui bahwa pada areal lokasi tanah sengketa, para penggugat telah lebih dulu berada dan berdomisili, membuka, mengolah dan menggarap sebagai kebun dan sawah atas areal lokasi tanah sengketa tersebut hingga pihak perkebunan (tergugat I) masuk mengambil dan mengolahnya dengan menebang pohon-pohon pisang dan pohon buah-buahan lainnya yang ada diatas tanah sengketa tersebut lalu menanaminya karet seperti pada keadaannya sekarang ini.”
1.8 Selanjutnya masih mengacu pada konsideran diatas pada paragraf selanjutnya disebutkan bahwa, “ dari fakta-fakta yang telah diuraikan diatas, dibenarkan pula dengan surat bukti TI-4 tergugat I pada point 10 d, dikatakan bahwa didalam areal lokasi tanah perkebunan tersebut terdapat areal tanah garapan rakyat (Desa Sapta Marga) seluas ± 500 ha. “
1.9 Bahwa dalam konsideran putusan Kasasi MA No.2553.K/Pdt/1987 tanggal 31 Juli 1990 disebutkan, “… Mahkamah Agung berpendapat bahwa Pengadilan Negeri Bulukumba yang mempertimbangkan dengan tanah sengketa adalah sudah benar dan tepat, oleh karena itu menurut pendapat Mahkamah Agung terdapat alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan oleh : Harong, dkk. “
1.10 Bahwa melihat hasil/ Risalah Pemeriksaan Tanah yang dilakukan oleh BPN Porp. Sulawesi Selatan dan BPN Kab. Bulukumba ternyata (point 1.6) bertentangan dengan konsideran putusan PN. Bulukumba No. 17/K/1982/PN.BLK yang dikuatkan dengan putusan Kasasi MA No. 2553.K/Pdt/1987 (point 1.7 - 1.9) sehingga putusan-putusan tersebut merupakan putusan yang berkekuatan hukum tetap.
1.11 Bahwa tentang hapusnya HGU menurut PP No.40 tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai atas Tanah :
Pasal 17 ayat (1) : HGU hapus karena :
a. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya ;
b. dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir karena :
1. tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/ atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12, 13 dan/ atau 14 ;
2. putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
c. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir ; dst…
1.12 Bahwa oleh karena Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI. No.2553.K/Pdt/1987 telah lebih dulu ada sebelum diajukan dan terbitnya perpanjangan HGU No.111/HGU/BPN/1997, apabila dalam batasan/ luasan lahan yang tercantum dalam SK. HGU No.111/HGU/BPN/1997 tersebut masih termasuk batasan/ luasan lahan yang dimenangkan masyarakat dalam putusan kasasi MA dan melihat Risalah Pemeriksaan Tanah yang secara prinsip bertentangan dengan keberadaan Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI. No.2553.K/Pdt/1987 jo. Pasal 17 (ayat 1, huruf b, point 2), maka SK. HGU No.111/HGU/BPN/1997 dianggap cacat hukum dan batal demi hukum karena mengingkari keberadaan hukum.
2. Tentang Pengakuan Hak/ Pengelolaan Tanah Oleh Masyarakat Adat Kajang
2.1 Dalam pasal 28I ayat (3) UUD 1945 disebutkan bahwa, “ identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.” ;
2.2 Selanjutnya menurut UU No 39/ 1999 tentang HAM :
q pasal 6 (1) : Dalam rangka penegakan HAM, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum masyarakat dan pemerintah ;
q pasal 6 (2) : Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman.
2.3 Selanjutnya dalam UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria :
- Pasal 1 ayat (1) : seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan Tanah air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia ;
- Pasal 2 ayat (4) : Hak menguasai negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan Peraturan Pemerintah.
- Pasal 3 : dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataan masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
- Pasal 5 : Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan peraturan-peraturan lainnya, segala sesuatau dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
2.4 Lebih lanjut pengaturan/ pengakuan atas masyarakat adat dapat dilihat pada Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN No. 5 tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat :
q Pasal 1
o ayat (1) : Hak Ulayat dan yang serupa itu dari masyarakat hukum adat, (untuk selanjutnya disebut hak ulayat), adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan ;
o Ayat (2) : Tanah ulayat adalah bidang tanah yang diatasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu ;
o Ayat (3) : Masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.
q Pasal 2 ayat (2) : Hak ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada apabila :
a. terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu, yang mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupannya sehari-hari,
b. terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya sehari-hari, dan
c. terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum tersebut.
q Pasal 4 ayat (1) : Penguasaan bidang-bidang tanah termasuk tanah ulayat sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 oleh perseorangan dan badan hukum dapat dilakukan :
a. oleh warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan dengan hak penguasaan menurut ketentuan hukum adatnya yang berlaku, yang apabila dikehendaki oleh pemegang haknya dapat didaftar sebagai hak atas tanah yang sesuai menurut ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria.
2.5 Bahwa perwujudan/ keberadaan Masyarakat Adat Kajang secara defacto telah dijabarkan secara tepat dan dipertimbangkan oleh Majelis Hakim dari Keputusan Pengadilan Negeri Bulukumba, tertanggal 24 Maret 1983 No. 17/K/1982/PN-BLK (lihat point 1.7 dan 1.8) dan secara yuridis karena Masyarakat Adat Kajang diyakini keberadaannya dengan mendasarkan pada pasal 28I ayat (3) UUD 1945 jo. pasal 6 (1 dan 2) UU No 39/ 1999 jo. Pasal 1 ayat (1, 2 dan 3) Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN No. 5 tahun 1999, maka keberadaan Masyarakat Adat Kajang beserta sistem hukum adatnya dilindungi dan dihormati secara hukum ;
2.6 Bahwa berkaitan dengan penguasaan dan pengelolaan tanah yang dilakukan oleh Masyarakat Adat Kajang mengacu pada Konsideran yang dipertimbangkan oleh Majelis Hakim dari Keputusan Pengadilan Negeri Bulukumba, tertanggal 24 Maret 1983 No. 17/K/1982/PN-BLK (lihat point 1.7 dan 1.8) merupakan tanah garapan turun temurun, sehingga mendasarkan pada Pasal 1 ayat (1) jo. Pasal 2 ayat (4) jo. Pasal 3 jo. Pasal 5 UU No. 5 tahun 1960 jo. Pasal 1 jo. pasal 2 jo. pasal 4 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN No. 5 tahun 1999, maka eksistensi yang berkaitan dengan pengelolaan dan penguasaan tanah oleh Masyarakat Adat Kajang pun dilindungi hukum dan menjadikan pelanggar hukum bagi mereka yang mencoba mengusik posisi tersebut.
3. Tentang Putusan Peradilan Yang berkekuatan Hukum tetap
3.1 Dalam UU No.14/ 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman, berkaitan dengan putusan-putusan peradilan disebutkan :
- Pasal 10
o ayat (2) : Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi ;
o ayat (3) : Terhadap putusan-putusan yang diberikan tingkat terakhir oleh pengadilan-pengadilan lain dari pada MA, kasasi dapat diminta kepada MA ;
- Pasal 18 : Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
- Pasal 19 : Atas semua putusan pengadilan tingkat pertama, yang tidak merupakan pembebasan dari tuduhan, dapat dimintakan banding oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali apabila undang-undang menentukan lain.
- Pasal 20 : Atas putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan Kasasi oleh Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang berkepentingan yang diatur dalam Undang-undang.
- Pasal 21 : Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan dengan undang-undang, terhadap putusan pengadilan, yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
- Pasal 24 : Untuk kepentingan peradilan semua pengadilan wajib saling memberi bantuan yang diminta.
- Pasal 33 ayat (3) : Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh panitera dan jurusita dipimpin oleh ketua pengadilan.
3.2 Bahwa terhadap putusan-putusan yang dikeluarkan oleh Hakim atas sengketa tanah tersebut diatas baik pada putusan tingkat pertama-banding-kasasi bahkan sampai adanya penolakan Peninjauan Kembali oleh MA, sebagai bentuk pelaksanaan pasal 10 jo pasal 18 jo pasal 19 jo pasal 20 jo pasal 21 UU No.14/ 1970 maka Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI. No.2553.K/Pdt/1987 merupakan keputusan yang berkekuatan hukum tetap.
4. Tentang Perselisihan antara Batas dan Luas
4.1 Berkaitan dengan setatus HGU dan pelaksanaan eksekusi oleh Panitera dan Jurusita yang terdapat perselisihan batasan dan luasan, menurut PP. No.24/ 1997 tentang Pendaftaran Tanah :
- Pasal 17 ayat (1) : Untuk memperoleh data fisik yang diperlukan bagi pendaftaran tanah, bidang-bidang tanah yang akan dipetakan diukur, setelah ditetapkan letaknya, batas-batasnya dan menurut keperkuannya ditempatkan tanda-tanda batas disetiap sudut bidang tanah yang bersangkutan ;
- Pasal 19 ayat (5) : Dalam hal telah diperoleh kesepakatan melalui musyawarah mengenai batas-batas yang dimaksudkan atau diperoleh kepastiannya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, diadakan penyesuaian terhadap data yang ada pada peta pendaftaran yang bersangkutan ;
- Pasal 20 ayat (1) : Bidang-bidang tanah yang sudah ditetapkan batas-batasnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 17, 18 dan 19 diukur dan selanjutnya dipetakan dalam peta dasar pendaftaran ;
- Pasal 47 : Pendaftaran perpanjangan jangka waktu hak atas tanah dilakukan dengan mencatatnya pada buku tanah dan sertipikat hak yang bersangkutan berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang yang memberikan perpanjangan jangka waktu hak yang bersangkutan ;
- Pasal 55 ayat (1) : ”Panitera Pengadilan wajib memberitahukan kepada Kepala Kantor Pertanahan mengenai isi semua putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan penetapan ketua pengadilan yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada data mengenai bidang tanah yang sudah didaftar atau satuan rumah susun untuk dicatat pada buku tanah yang bersangkutan dan sedapat mungkin pada sertipikatnya dan daftar-daftar lainnya.”
4.2 Bahwa dengan terbitnya surat dari Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan No. W15.D1-HT.01.04-184/1999 kepada PN. Bulukumba tertanggal 5 Juli 1999 menunjukkan ketidak mampuan Pengadilan Tinggi dan atau eksekutor untuk menterjemahkan putusan Kasasi MA RI. No.2553.K/Pdt/1987. Hal ini terlihat setelah keluarnya putusan penolakan PK dari MA tanggal 16 Maret 1998 :
- Pelaksanaan sita eksekusi pada 3 Desember 1998 dimana terdapat selisih pemahaman antara masyarakat (luasan ± 200 ha dengan batas-batas) dengan PT. Lonsum (luasan ± 540,6 ha dengan batas-batas sesuai data kalkir BPN Kab. Bulukumba) ;
- Untuk menjawab selisih tersebut diatas muncul surat dari Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan No.W15.D1-HT.01.08-538/19 tertanggal 29 Desember 1998 yang mengatakan dengan tegas bahwa luas tanah yang dieksekusi jauh perbedaannya, alasan ini tidak dapat dibenarkan, karena letak dan batas-batas dari tanah sengketa yang dengan sendirinya luas tanah sengketa dimaksud adalah yang terletak dalam batas-batas tanah yang disebutkan ;
- Terbit surat Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan No. W15.D1-HT.01.04-184/1999 kepada PN. Bulukumba tertanggal 5 Juli 1999, berisi tentang pengingkaran atas asumsi surat No.W15.D1-HT.01.08-538/19 tertanggal 29 Desember 1998 dan memberikan asumsi baru tanpa argumentasi batas yang jelas, melihat peta kalkir mengkalim 200 ha dengan stabilo merah adalah tanah masyarakat dan selebihnya adalah milik Lonsum.
4.3 Bahwa karena kerancuan tersebut, sesuai dengan Pasal 47 jo. Pasal 17 ayat (1) jo. Pasal 19 ayat (5) jo. Pasal 20 ayat (1) PP No. 24/ 1997 jo. Pasal 125 ayat (1) jo. Pasal 130 ayat (3) Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 tahun 1997 ketika ada perbedaan batas dan luas maka diselesaikan terlebih dahulu batas-batasnya yang kemudian diukur luasannya ;
4.4 Bahwa karena kerancuan tersebut, sebagai bentuk pelaksanaan dari putusan untuk eksekusi, mengacu pada Pasal 24 jo pasal 33 ayat (3) UU No.14/ 1970 jo pasal 55 ayat (1) PP. No.24/ 1997 jo. pasal 125 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 tahun 1997, maka pihak eksekutor harus tegas dalam menjalankan tugas sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan diatas dan tidak ada alasan untuk melakukan penundaan eksekusi karena ketidak jelasan putusan atau karena ada upaya hukum lainnya.
1Fakta-fakta hukum dari butir 1-4, 8, 14, 15 bersumber dari bahan pengantar diskusi penyelesaian kasus PT. PP. Lonsum di bulukumba antara SNUB dan Tim Mediasi Komnas HAM di Jakarta, 12 Januari 2004 yang disusun oleh WALHI.
2Fakta hukum dari butir 7,9 dikutib dari konsideran dan amar putusan MA dalam kasus perdata No.2553.K/Pdt/1987; Selasa, 31 Juli 1990